Citarasa Cinta

Oleh : Ofis Ricardo

aku ingin mencintaimu dengan sederhana :
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya debu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana :
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
(Sapardi Djoko Darmono)


Kesederhanaan dalam mencinta sangat tampak pada Syair ini. Cinta yang sederhana. Tidak rumit. Cinta digambarkan dari hal yang seakan tidak berharga. Siapapun dapat melakukannya. Mencinta cukup dengan “kata” dan “isyarat”.


Sang pencinta tentu sangat menginginkan kekasihnya dapat merasakan kuatnya rasa cintanya. Sehingga sang pencinta rela mencurahkan cinta kepada kekasihnya. Semuanya. Tidak bersisa. Bahkan apapun yang diminta sang kekasih akan diberikan. Demi menunjukkan cintanya. Apapun akan dipersembahkan.


Penggambaran citarasa cinta dengan ungkapan api dan kayu sungguh sederhana. Angan-angan kita akan terbawa pada suatu kondisi bagaimana begitu lahapnya api menjilati kayu-kayu kering. Menjilat kayu tanpa menunggu perintah. Perintah dari siapapun. Karena memang begitulah. Sunnatullah api membakar kayu. Api tak sempat berkata apapun untuk membakar kayu karena begitu spontannya api menjalankan sunnatullahnya. Melahap dengan sekejap mata. Dan dalam sekejap mata kayu yang kokohpun berubah menjadi debu yang tak segan diterbangkan angin. Tak berat dilarutkan air. Citarasa cinta yang serderhana namun menggugah.


Dalam konteks lain, hujan yang turun kebumi sebagai sebuah rasionalisasi sirnanya awan di langit. Gumpalan awan kelam yang begitu angkuh menguasai angkasa, hilang seketika. Karena rintik air hujan telah jatuh ke bumi. Dengan segala sunnatullahnya, awan hilang karena hujan tanpa syarat dan tanpa memberi isyarat. Karena awan menjalankan kodratnya. Sirna setelah hujan tiba.


Lalu, sebenarnya bagaimanakah citarasa cinta yang sesungguhnya. Citarasa cinta pada derajat tertinggi. Apakah citarasa cinta agung itu seperti Shah Jahan yang mempersembahkan “Istana Mahkota” Taj Mahal kepada istrinya Mumtaz Mahal. Atau seperti ungkapan pembuktian cinta seorang raksasa gagah bernama Bandung Bandawasa kepada putri cantik nan jelita Rara Jongrang dengan mendirikan seribu candi dalam semalam. Apa seperti sikap ekstrimis citarasa cinta Romeo-Juliet yang setia sehidup semati dengan menenggak racun, lalu mati seketika.  Apa itu semua sudah menujukkan citarasa cinta yang begitu agung?


Citarasa cinta yang mereka tunjukkan terlalu rumit. Citarasa cinta mereka hanya diartikan dengan persembahan materi, pengorbanan jiwa raga, hingga menjemput ajalnya. Sedangkan oleh mereka pengorbanan cinta non-materi dianggap belum membuktikan derajat cinta tertinggi.


Bagaimana citarasa cinta itu ditunjukkan. Dan bagaimana menggelorakan cinta yang tidak rumit namun dapat menghentakkan Jiwa para sang pencinta. Dan pada akhirnya sang pencinta terbang kealam jiwa yang penuh dengan cinta dan kedamaian yang tak mengenal batas.


Anis Matta dalam karya Serial Cinta nya, memberikan sebuah dimensi bahwa Cinta adalah gagasan dan komitmen jiwa tentang bagaimana membuat hidup orang yang kita cintai menjadi lebih baik. Jika perhatian memberikan pemahaman mendalam tentang sang kekasih, maka penumbuhan berarti melakukan tindakan-tindakan nyata untuk membantu sang kekasih bertumbuh dan berkembang menjadi lebih baik.


Tentu setiap pencinta tidak kuasa melihat sang kekasih hidup tak bernyawa. Ia hidup, tetapi semangat hidupnya rapuh, hilang tak berbekas. Dan pergi entah kemana. Dan itu lah awal kematiannya yang sesungguhnya. Bahkan lebih tragis dari kematian Romeo-Juliet. Tidak punya semangat penumbuhan dari sang pencinta menjadi mutlak adanya bila ia ingin membuktikan kuatnya rasa cintanya.


Bahu-membahu terhadap sang kekasih. Menebar rahman dan rahim. Memberikan perhatian lebih kepada orang yang dicinta, dan menginginkan setiap detik dari hidupnya selalu berada dalam kebaikan. Itu lah citarasa cinta yang sesungguhnya. Membangun jiwa sang kekasih tidak mutlak dengan limpahan materi maupun dengan pengorbanan materi, seperti hal nya pengorbanan Bandung Bandawasa dengan seribu candinya. Tetapi menjaganya agar tetap semangat dalam menghadapi tantangan hidupnya itu jauh lebih dari segalanya.


Pada kondisi seperti ini pembuktian cinta tidak lagi berada pada tataran materi seperti Shah Jahan dengan istana megahnya Taj Mahal. Namun, lebih dari itu. Berada dalam alam jiwa. Jiwa yang penuh ikhlas mempersembahkan pengorbanan agar hidup sang kekasih menjadi lebih baik. Bertumbuh. Tumbuh menjadi lebih baik. Saling mendorong kekuatan entitas diri. Penumbuhan memberikan sentuhan edukasi pada hubungan cinta. Saling menasehati dalam kesabaran. Saling membina diri dan terus membuka diri. Sehingga satu sama lain dari hari ke hari merasakan begitu cinta telah mengubah hidup mereka menjadi yang semakin baik. Di sini cinta adalah sebuah pekerjaan. Pekerjaan jiwa, pikiran dan fisik sekaligus. Itu yang membuat citarasa cinta begitu terasa. Citarasa cinta pada derajat tertinggi.


Memberikan semangat penumbuhan kepada sang kekasih, menuntun perkembangannya, dan mengantarkannya meraih derajat tertingginya jauh lebih agung daripada berkorban nyawa. Dan pada akhirnya sang kekasih mencapai puncak tertinggi pada masa peradabannya. Dan mampu mewarisi kepada generasi sesudahnya, dan ia akan dikenang pada sepanjang sejarah zamannya.

2 tanggapan untuk “Citarasa Cinta”

Tinggalkan komentar